Syari’at mengusap sepatu
Easystem   06 September 2018   Dibaca 794 kali  

dalam agama islam terdapat banyak sekali rukhshah (keringanan) yang telah ditetapkan oleh allah sebaagai bentuk rahmat-Nya bagi umat ini. dan salah satu bentuk kemudahan tersebut adalah syari'at mengusap khuf (sepatu), na'al (sendal), dan jaurab (kaos kaki) sebagai ganti dari membasuh kaki tatkala wudhu, baik bagi orang yang yang bermuim maupun bagi mereka yang tengah melakukan perjalanan (musafir). hadist-hadist yang menerangkan tentang masalah ini telah mencapai derajat mutawatir sebagaimana yang dikatakan oleh imam hasan al-bashri:"telah menceritakan kepadaku tujuh puluh dari sahabat rasulullahbahwasannya beliau mengusap sepatunya."

namun demikian, seiring dengan semakin jauhnya umat ini dari zaman nubuwwah, banyak diantara kaum muslimin yang tidak mengetahui syari'at yang mulia ini sehingga realita (kenyataan) semacam ini memberikan peluang bagi para oknum yang bermaksud memudarkan salah satu ajaran dari agama islam ini, seperti apa yang telah diyakini oleh oang-orang syi'ah dan yang sepaham dengan mereka. berangkat dari kenyataan ini penulis berusaha untuk mengangkat maslah di atas dengan harapan pembaca dapat memahami syaai'at ini, sekaligus terhindar dari makar orang-orang yang berusaha untuk memudarkan ajaran-ajaran islam dari kehidupan semoga bermanfaat.

syarat dibolehkannya mengusap sepatu

diisyaratkan untuk mengusap sepatu, kedua kaki harus dimasukkan dalam keadaan suci (setelah melakukan wudhu). berdasarkan hadits mughirah bin syu'bah ketika beliau bermaksud melepas kedua sepatu nabi yang tengah berwudhu.

dari hadits ini juga dapat disimpulkan bahwasannya barang siapa yang membasuh salah satu kakinya, kemudian memasukkannya ke dalam sepatu sebelum membasuh kaki yang lain, maka tidak boleh baginya untuk mengusap sepatu apabila ia berhadats setelah (memakai)nya. akan tetapi, wajib baginya untuk melepas sepatu dan membasuhnya sebagaimana biasa ketika ia berwudhu. hal ini disebabkan karena ia memakai sepatu sebelum wudhunya sempurna.

masa dibolehkannya mengusap sepatu

dalam ketetapan mengusap sepatu, syari'at telah memberikan batasan tiga hari tiga malam bagi musafir dan satu hari satu malam bagi orang yang mukim. hal ini merupakan pendapat yang dikuatkan oleh mayoritas ulama dari kalangan hanafiyyah, hanabilah, zhahiriyyah, dan yang tampak dari pendapat imam syafi'i bedasarkan dari hadist ali bin abi thalib.

akhir masa dibolehkannya mengusap sepatu

1. junub atau ketika suci dari haid atau nifas (bagi wanita)

hal ini disebabkan karena dalam keadaan semacam ini, ia diwajibkan untuk mandi janabah yang mengharuskannya untuk meratakan air ke seluruh anggota tubuhnya, termasuk kedua kakinya.

2. berakhirnya masa bolehnya untuk mengusap sepatu

sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, batas waktu boleh-usap sepatu adalah tiga hari tiga malam bagi musafir dan satu hari satu malam bagi yang mukim. maka apabila telah berakhir masa tersebut berarti tidak boleh lagi untuk mengusap sepatu.

3. melepas sepatu dan berhadats setelahnya

apabila sesuatu dilepas sebelum masa boleh-usap berakhir, kemudian ia berhadats maka tidak boleh baginya untuk memasukkan kedua kakinya kembali dan mengusapnya (ketika ia berwudhu), karena dalam keadaan semacam ini berarti ia memasukkan kedua kakinya dalam sepatunya tidak dalam keadaan suci.

apa dan bagaimana mengusap sepatu itu?

mengusap sepatu cukup dilakukan satu kali usapan pada bagian atas sepatu (punggung kaki) tanpa harus dilanjutkan ke bagian bawahnya.

masalah

1. mengusap sepatu yang robek

banyak dari kalangan fuqaha (ahli fiqh) yang mensyaratkan sepatu yang dikenakan harus menutupi seluruh bagian kaki yang wajib dibasuh tatkala wudhu (ujung sampai kedua mata kaki). sebab itu, berangkat dari sini mereka berpendapat bahwasannya tidak boleh mengusap sepatu yang sobek bila hal itu ada pada bagian yang wajib dibasuh. akan tetapi, sebagian ulama, di antaranya imam malik, abu hanifah, ibnu hazm, ibnu taimiyyah, dan yang lainnya berpendapat boleh mengusap sepatu yang sobek selama masih dinamakan sebagai sepatu dan masih memungkinkan untuk dipakai, karena dalil-dalil yang datang dari nabi dalam masalah ini bersifat umum dan tidak ada yang mengeluarkan hal itu dari keumumannya.

2. apakah kedua sandal dan kaos kaki sama seperti hukum sepatu?

dalam masalah ini para ulama berselisih menjadi tiga pendapat. namun, yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang dikuatkan oleh syaikh muhammad bin shalih al-utsaimin serta ulama yang lainnya, dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh ibnu hazm dan ibnu taimiyyah, yaitu dibolehkannya secara mutlak sebagaimana hukum khuf (sepatu) berdasarkan hadits mughirah bin syu'bah.

akhir kata, itulah yang dapat kami sajikan pada edisi kali ini. mudah-mudahan sedikit yang telah kami ketengahkan pada lembaran kecil ini bisa menjadi lahan ilmu dan sebagai bekal kita dalam menjalani syari'at-syari'at islam yang mulia ini.

 

sumber: buletin al-furqon tahun ke-5 volume 7 no 4

 

 

 

Bagikan :